Waktu luang, uang yang cukup, dan kesehatan adalah 3 hal yang sangat saya impikan di hari-hari sibuk. Ketiganya adalah modal saya harus jalan-jalan untuk melepas segala penat. Untungnya, saya memiliki kesempatan langka untuk mengunjungi destinasi indah yang diimpikan banyak orang ini. Bromo, tempat wisata yang menyuguhkan pemandangan luar biasa indah seperti yang sering saya dengar lewat cerita teman-teman.
Jumat tanggal 25 Januari pukul 22.00 WIB saya dan teman-teman berangkat dari Pare-Kediri menggunakan travel. Meskipun ada beberapa kendala sebelum kami berangkat, itu bisa diatasi. Alhasil kami harus menunggu konfirmasi dari travel agent mengenai mobil mana yang harus kami gunakan. Setelah berunding beberapa saat, akhirnya 12 orang dari kami dibebaskan menggunakan mobil berkapasitas 15 orang.
02.00 WIB, dini hari. Kami tiba di tempat parkir wisata bromo. Menurut saya bromo tidak terlalu dingin. Ternyata anggapan itu salah. Saya pikir sarung tangan tidak terlalu penting untuk dibawa, tapi saya salah. Sebagai gantinya saya membutuhkan 2 sarung tangan super tebal di bawah 18 derajat Celcius. Untung saya mau menuruti saran teman saya untuk membawa sarung tangan. Tidak hanya itu, penutup kepala (kacang) juga dibutuhkan bukan untuk gaya, tetapi agar telinga tidak membeku karena kedinginan. Untuk menuju kawasan bromo kita perlu menggunakan mobil jeep. Di tempat parkir ini kami menunggu Jeep datang. Setelah mendapatkan Jeep, kami naik ke atas yang ternyata tiga kali lebih dingin dari tempat parkir tadi.
Sesampainya di puncak, kami harus naik ke lereng bukit untuk mendapatkan sunrise yang indah. Bukit "Love Hill" tepatnya. Ini bukan puncak Bromo, tapi dari tempat ini kita bisa melihat pemandangan yang tidak kalah indahnya. Untung ada tangga yang memudahkan untuk mendaki bukit, tapi tetap melelahkan buat saya (pertama kali mendaki gunung). Aku hampir menyerah melawan hawa dingin yang semakin bertambah. Untuk itu saya terus menggerakkan seluruh tubuh saya agar tidak membeku seperti patung (hipotermia).
Meskipun wajah saya sangat pucat karena kedinginan, tangan saya mati rasa, dan tubuh saya gemetar sepanjang waktu. Saya sudah berkali-kali mengeluh untuk turun tapi teman-teman saya cukup kuat untuk tetap bertahan untuk menyaksikan keindahan matahari terbit. Saat matahari terbit tiba, semua orang menghadap ke timur untuk menyaksikan keindahannya, berebut untuk mengabadikan momen tersebut, termasuk saya sendiri. Matahari terbit ini persis seperti yang saya lihat di foto instagram kebanyakan orang. Luar biasa cantiknya. Dingin yang menyerang tubuh dikuasai oleh keindahannya. Sungguh perjuangan mendaki bukit tidak sia-sia.
Pukul 08.23 WIB kami sampai di destinasi selanjutnya. Gurun pasir yang letaknya sangat dekat dengan Gunung Bromo. Kami seharusnya tiba lebih awal tetapi karena kemacetan lalu lintas dalam perjalanan ke tempat ini, perjalanan kami tertunda sekitar satu jam. Gurun ini tidak sama dengan gurun di negara-negara Arab karena pasir di sini berwarna hitam.
Meskipun matahari sudah muncul, udara masih dingin selain itu anginnya juga kencang, jadi saya masih tetap waspada memakai masker wajah karena banyak pasir yang beterbangan ditiup angin.
Kawah Gunung Bromo adalah lokasi ke-3 yang kami kunjungi. Untuk mencapai puncaknya tidak terlalu sulit karena medannya tidak sedahsyat gunung lainnya selain itu terdapat tangga. Meski begitu, aku masih merasa sesak napas. Setelah beberapa jam mendaki, akhirnya rombongan kami bisa berdiri di puncak Bromo dan bisa merasakan sensasi puncak Gunung Beromo.
Sayang sekali kami tidak bisa melihat keindahan kawahnya karena kawah itu terus menerus menyemburkan asap yang mengandung belerang, sepertinya kami ketiduran untuk mendaki ke puncak. Namun, kami puas karena setidaknya rasa penasaran kami telah terjawab.
Di dekat Bromo ada gunung yang tak kalah indahnya. Gunung Batok namanya. Tapi kami tidak mendakinya. Bagi saya mendaki gunung bromo itu melelahkan, apalagi yang satu ini. Kami hanya mengambil beberapa gambar. Seringkali banyak orang mengira ini adalah Gunung Bromo, padahal bukan. Gunung ini sudah tidak aktif lagi dan mengeluarkan asap belerang seperti Gunung Bromo.
Sebenarnya ada satu lokasi lagi yang harus kita kunjungi. Bukit Teletubis dan sabananya, apapun kekuatan waktunya tidak mungkin. Namun demikian, perjalanan ini sangat menyenangkan bagi saya. Keindahan Bromo membuat siapapun tak ingin berhenti mengabadikan momen, membuat siapapun tak ingin cepat pergi dan selalu ingin kembali menjenguknya.
Ini adalah perjalanan baru saya di awal tahun ini. Traveling selalu menjadi hal yang menarik karena hal-hal baru ditemukan selama traveling. Saya berharap Ar-Rahim akan selalu memberi saya kesempatan untuk melakukan perjalanan mengesankan lainnya.
0 comments
Posting Komentar